[OPINI] Menanti Museum Bekantan di Siring Tendean
Oleh: Gerilyansyah Basrindu
Dosen STIA Bina Banua Banjarmasin
Siring Tendean Banjarmasin yang dibangun di era Wali Kota H Muhidin sekarang ini, ternyata mampu menarik pengunjung/wisatawan, khususnya wisatawan lokal dan sebagian wisatawan asing. Daya tarik daerah Jalan Kapten Piere Tendean adalah siringnya yang panjang dan tertata rapi. Setiap pagi dan sore sering digunakan oleh pengunjung untuk jogging (jalan kaki/ lari pagi).
Pada pagi Sabtu dan Minggu digunakan untuk olahraga senam massal berbagai komunitas. Sore Sabtu, malam Minggu, dan pagi Minggu dijadikan tempat tambat pasar terapung yang berjualan berbagai makanan dan buah-buahan khas lokal.
Pokoknya Siring Tendean segera berfungsi sebagai objek wisata yang banyak dikunjungi orang di tengah Kota Banjarmasin. Sayangnya, bangunan-bangunan yang menghadap ke Siring belum menunjang keberadaannya sebagai tempat wisata, karena sebagian besar masih berfungsi sebagai tempat perkantoran. Seiring dengan tuntutan perubahan, ke depan sebaiknya bangunan-bangunan ini dapat beralih fungsi sebagai tempat penjualan oleh-oleh, souvenir dan pusat kuliner dan sarana pendukung lainnya.
Bekantan atau probocsis monkey yang dalam bahasa ilmiahnya dikenal sebagai Nasalis Larvatus oleh Lembaga Konservasi Internasional (Internasional Union for Conservation of Nature and Natural Resources) sejak 2011 telah ditetapkan sebagai salah satu jenis fauna di dunia yang termasuk katagori langka (endangered) dan memiliki ancaman kepunahan.
Menurut Amalia Rezeki SPd MPd, Ketua Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia), bekantan di Kalsel kini ancaman kepunahannya semakin meningkat. Ancaman kepunahan ini, menurut Rektor Unlam Prof Dr H Sutarto Hadi MSi MSc yang juga sebagai Pembina Biodiversitas Indonesia), diakibatkan deforestasi dan alih fungsi lahan serta perburuan maupun perdagangan satwa liar (hal inilah yang perlu kita cegah bersama).
Populasi Bekantan di Kalsel, berdasarkan data di BKSDA Kalsel 2007 diperkirakan berjumlah 5.010 ekor. Di antaranya tersebar di berbagai wilayah terutama yang masuk dalam kawasan cagar alam sbb: 1. Cagar alam Pulau Sebuku terdapat 3.500 ekor; 2. Suaka Margasatwa Pelihari 1.200 ekor; 3. Kuala Lupak Tabunganen 150 ekor; 4. Pulau Kembang 10 ekor, dan 5. Pulau Kaget Jembatan Barito 100 ekor, namun berdasarkan monitoring BKSDA Kalsel, lima tahun kemudian hanya tinggal 12 ekor, dan monitoring 2013 tercatat menjadi 26 ekor.
Karena itu, bekantan juga termasuk dalam katagori satwa appendiks I berdasarkan CITES (Conservation on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) yang dilarang diperdagangkan secara internasional, kecuali hasil penangkaran dan dalam keadaan tertentu yang dianggap luar biasa.
Pemprov Kalimantan Selatan pada 1990 berdasarkan SK Gubernur No 29 tahun 1990 telah menetapkan bekantan sebagai identitas “Maskot” daerah. Dan, penetapannya telah disetujui oleh DPRD Tk I Kalsel pada 28 Maret 1990. Namun demikian, peran pemerintah terhadap perlindungan maskot Kalsel ini masih terasa belum optimal.
Beberapa tahun kemudian, pemprov membuat Taman Maskot di Jalan AS Mustafa (depan Kantor Harian Banjarmasin Post). Banjarmasin Post selama ini juga berperan besar dalam mempromosikan bekantan sebagai Maskot Kalsel, dan bahkan menjadikan/memberikan Boneka Bekantan sebagai cenderamata kepada tamu dan relasinya.
Sahabat Bekantan Indonesia
Pada 2013 dibentuk sebuah organisasi masyarakat berbadan hukum dengan nama Pusat Studi dan Konservasi Keanekaragaman Hayati Indonesia (Biodiversitas Indonesia) yang bergerak di bidang penelitian, pendidikan, pengabdian masyarakat dan konservasi keanekaragaman hayati Indonesia. Salah satu program andalannya mendirikan komunitas Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) dengan misi “Save Our Mascot”.
Sejak 2014 SBI telah mengukuhkan “Duta Bekantan” bertepatan dengan hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional. Kemudian, Biodiversitas Indonesia, pada tahun yang sama juga telah memublikasikan buku tentang Profil Sahabat Bekantan Indonesia yang dapat dijadikan rujukan teraktual tentang Bekantan di Kalimantan Selatan.
Upaya Save our Mascot Kalsel ini perlu terus didukung aktivitasnya. Sebentar waktu lagi, di Siring Tendean dibangun sebuah patung Bekantan seperti patung MerLion di Singapura. Baliho pembangunan Patung Bekantan ini sudah terpasang di depan Siring Tendean. Dalam baliho tersebut Patung Bekantan itu digambarkan mengeluarkan air mancur yang indah, sehingga nantinya menjadi daya tarik pengunjung untuk menyaksikannya dan berfoto bersama di patung Bekantan.
Jika kita berwisata ke Singapura, tidak afdal rasanya kalau tidak berkunjung dan berfoto di patung Merlion. Demikian juga harapan kita, nantinya setiap orang yang berwisata ke Banjarmasin, juga tidak afdal kalau tidak menyaksikan dan berfoto bersama patung Bekantan tersebut.
Pusat Informasi
Untuk menyosialisasikan mengenai Bekantan, selain berbagai program dan kegiatan yang sudah ada, penulis mengusulkan didirikannya sebuah “Museum Bekantan”. Dalam museum ini nantinya, selain memuat contoh bekantan, juga memuat berbagai tulisan, berita-berita, gambar/foto, dokumen, hasil-hasil penelitian, dan film-film tentang Bekantan ataupun ditambah dengan berbagai informasi jenis-jenis monyet di dunia. Museum Bekantan berfungsi sebagai pusat edukasi/pendidikan tentang Bekantan, yang juga akan dikunjungi oleh anak-anak sekolah dan masyarakat.
Di Museum itu nantinya juga dapat dipromosikan/dijual berbagai jenis barang kerajinan/souvenir/maskot boneka bekantan dan khas Kalimantan Selatan lainnya. Hal ini, akan sangat membantu percepatan dan kemudahan informasi pengenalan tentang Bekantan dan Kalsel, khususnya bagi mereka yang tidak sempat melihat langsung kehidupan nyata Bekantan di habitatnya dalam hutan seperti di Pulau Bakut. Memang, tidak semua orang Kalsel mengenal Bekantan sebagai maskot daerahnya, apalagi sampai berkunjung melihat ke habitatnya di alam liar.
Penulis mengusulkan, untuk tahap awal Pemko Banjarmasin dapat menyediakan dan mendesain beberapa ruangan yang tersedia di Menara Pandang Siring Tendean untuk embrio Museum Bekantan. Sedangkan konten atau materinya dapat memberdayakan atau bekerja sama dengan komunitas Sahabat Bekantan Indonesia yang sudah eksis.
Kehadiran Museum Bekantan sebagai pusat informasi di Siring Tendean yang keberadaannya tidak jauh dari Patung Bekantan nantinya, merupakan satu rangkaian sinergi objek wisata di Banjarmasin, sekaligus sebagai pusat edukasi bagi masyarakat. Usulan ini terinspirasi dari kunjungan penulis beberapa tahun lalu ke salah satu tujuan wisata di kota Kuching, yaitu Museum Kucing di Serawak, Malaysia. Save Our Mascot. (*)